Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyepakati perlunya protokol untuk arus data lintas batas negara demi melindungi data pribadi warga Indonesia. AS dipastikan bakal mengikuti protokol yang dibuat Indonesia.Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Kamis (24/7/2025) sore, di Jakarta.
Konferensi pers ini merespons isi pernyataan bersama Kerangka Kerja Perjanjian Perdagangan Resiprokal AS-RI dan lembar fakta yang dirilis Gedung Putih awal pekan ini. Salah satu isi pernyataan bersama itu berkaitan dengan hambatan perdagangan digital. Indonesia disebut akan memberikan kepastian mengenai kemampuan memindahkan data pribadi dari wilayah RI ke AS. Hal itu dilakukan dengan mengakui AS sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan pelindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia.
”Terkait dengan data pribadi, sudah ada regulasi pelindungan data pribadi di Indonesia sehingga mereka (AS) hanya ikut protokol yang disiapkan oleh Indonesia. Kesepakatan Indonesia -AS adalah membuat protokol sehingga ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antarnegara,” ujar Airlangga.
Lebih lanjut Airlanga menyampaikan, apa yang dilakukan masyarakat saat mendaftar akun surel Google hingga bertransaksi daring dengan platform digital di AS sebenarnya merupakan praktik unggah data. Pertukaran data lintas batas juga sudah terjadi saat masyarakat bertransaksi dengan platform gerbang pembayaran seperti Visa dan MasterCard.
Praktik-praktik seperti itu sebenarnya sudah menerapkan standar keamanan. Oleh karena itu, dalam konteks kesepakatan AS-RI kali ini, diperlukan pula protokol yang kuat untuk melindungi data dalam transaksi digital.
Airlangga tidak merinci seperti apa maksud protokol yang dibuat sebagai bagian dari kesepakatan. Dia juga tidak menyampaikan seperti apa pembahasan seputar adequacy decision selama proses negosiasi dengan Pemerintah AS. Adequacy decision adalah keputusan suatu negara untuk mengakui bahwa kerangka kerja pelindungan data yang beroperasi di negara lain pada dasarnya sudah setara dengan standar yang berlaku. Hal ini memberi jaminan bahwa transfer data dilakukan secara aman.
Airlangga hanya menekankan bahwa Pemerintah Indonesia akan menjaga kehati-hatian dan mengikuti hukum nasional pelindungan data pribadi.
”Tidak ada pemerintah mempertukarkan data secara government to government ,” tuturnya.
Pemerintah juga tidak menyebut akan melarang lokalisasi data perusahaan AS yang mempunyai pangsa pasar di Indonesia. Lokalisasi data mengacu pada persyaratan hukum untuk menyimpan data di tempat data dihasilkan.
”Sudah ada 12 perusahaan AS yang mendirikan pusat data di Indonesia. Misalnya, Amazon Web Services (AWS) di Jawa Barat, Microsoft, Equinix, Google Cloud, dan EdgeConneX. Oracle juga berencana akan berinvestasi data center di Batam dengan nilai sampai sekitar 6 miliar dollar AS,” pungkas Airlangga.