Menangkal Radikalisme, Fokus pada NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika
Hal tersebut diungkapkan oleh Kolonel /INF Ketut Budiastawa, S.Sos., M.Si dalam kapasitasnya sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan Provinsi Bali pada Dialog Forum Koordinasi Kehumasan yang diselenggarakan pada Rabu, 16 Oktober 2019 bertempat di Dinas Kominfos Provinsi Bali. Kakanwil Kemenhan Provinsi Bali menjadi salah satu narasumber, selain Kompol I Wayan Wisnawa Adiputra, S.I.K., M.SI. , Kanit Cyber Crime Polda Bali. Serta I Wayan Sudiarsa, S.T., M.Kom, Komisioner KPID Bali Kor. Bid Pengawasan Isi Siaran. Dialog itu dipimpin oleh Kepala Bidang Pengembangan Komunikasi Publik Dinas Kominfos Provinsi Bali, Drs Ida Bagus Ketut Agung Ludra.
Dalam rangka membangun sinergitas bagi pejabat kehumasan di Provinsi Bali dan menambah wawasan para anggota forum terkait program pembangunan yang sudah bersinergi antara Pemprov dan Pemkab/Pemkot se Bali untuk mendukung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, serta untuk merayakan Hari Kesaktian Pancasila dan menyambut Hari Sumpah Pemuda. Kami bermaksud mengadakan Dialog Forum Koordinasi Kehumasan dengan tema “Menangkal Radikalisme Menjaga Keutuhan NKRI”.
Pada kesempatan pertama, Kanit Cyber Crime Polda Bali menjelaskan bahwa radikalisme adalah paham atau ideologi yang menginginkan perubahan dengan menggunakan cara-cara kekerasan dalam memperjuangkan paham atau ideologinya. Radikalisme dapat terlihat dari sikap-sikap yang cenderung intoleran (tidak mau menghargai pendapat & keyakinan orang lain), maupun fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah).
Penetrasi radikalisme telah menyebar dengan cepat melalui media sosial. Dapat berupa yang bersifat provokatif dengan kegiatan menyulut kebencian yang mengarah ke radikalisme. Termasuk hasutan kepada orang banyak untuk melakukan aksi radikalisme dan terorisme.
Peningkatan penggunaan media sosial juga menimbulkan dampak negatif. Dengan mudahnya penggunaan aplikasi media sosial, terjadi pula pergeseran operandi penyebaran radikalisme. Tindakan-tindakan radikalisme dengan medsos cenderung sporadis. Bahkan dengan target beragam dengan tidak memandang pendidikan tinggi, aparat pemerintahan dan maupun profesional.
Upaya penanggulangan Polda Bali yaitu preemtif (edukatif, kontra narasi, counter opini), preventif (memberi peringatan, mengendalikan isu, dll), represif (penetrasi aktif sebagai bentuk upaya untuk melakukan penangkalan penyebaran perspektif negatif & penegakan hukum), serta membuat cyber troops. Perlu langkah-langkah cepat, cerdas, terukur, terencana, terkoordinasikan dan massal guna menghadapi gerakan radikal dan terorisme.
Berdasarkan UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, menurut Komisioner KPID Bali Kor. Bid Pengawasan Isi Siaran, I Wayan Sudiarsa, KPID memiliki tugas untuk mewujudkan penyiaran yang sehat dan bermartabat. Penyiaran memiliki peran penting, karena dapat berpengaruh terhadap pembentukan karakter penonton. Hal itulah yang menjadi perhatian apabila dilihat dari potensi negatif penyiaran itu sendiri terutama dikaitkan dengan radikalisme. Tetapi disisi lain, fungsi penyiaran juga sebagai counter hoax.
Penyiaran sebenarnya diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Karena, isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Dalam menangkal radikalisme, KPID Bali telah melaksanakan iklan layanan Masyarakat tema Pancasila bekerja sama dengan KOMINDA Bali yang di tayangkan seluruh Lembaga penyiaran di Bali. Selain itu, telah disampaikan himbauan untuk lembaga penyiaran menyiarkan lagu perjuangan saat hari kemerdekaan, himbauan untuk counter hoax, memastikan lembaga penyiaran untuk memberikan konten yg berimbang di semua agama pada saat evaluasi dengan pendapat agar tidak ada dominasi kelompok tertentu pada lembaga penyiaran. Dan sebagai inisiator penghentian internet pada saat nyepi, untuk mencegah meningkatnya ujaran kebencian.
Senada dengan narasumber sebelumnya, Kolonel /INF Ketut Budiastawa, S.Sos., M.Si dalam kapasitasnya sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Pertahanan Provinsi Bali mengungkapkan, radikalisme itu adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, meyakinkan dengan satu tujuan yang dianggap benar tapi dengan menggunakan cara yang salah. Fenomena meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan dangkalnya pemahaman terhadap Agama dan Pancasila. Oleh karena itu, dibutuhkan pengimplementasian terhadap nilai-nilai Pancasila dan pembentengan para pemuda dari radikalisme.
Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi, tanggapan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan dengan keras. Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan drastis yang diinginkan terjadi. Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan. Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka. Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.(kaw)